Image default
Dakwah

Puasa dan Kelahiran Insan Baru

Ahmad Nurul Huda Haem - Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU, Puasa dan Insan Baru

Di dalam ajaran Islam, puasa dan sholat adalah dua ibadah yang memiliki keunikan dalam contoh diterapkannya, keduanya saling terhubung sehingga dapat menjadi jalan bagi insan baru untuk membangun dirinya. Puasa dan insan baru ini, dalam konteks spiritual, mengarah pada perubahan diri menuju keadaan yang lebih baik dan lebih dekat dengan Tuhan.

Sholat merupakan ibadah yang diwajibkan secara khusus, Nabi Muhammad eksklusif menerima perintah tanpa melalui Malaikat Jibril dalam peristiwa Mi’raj di Sidrotul Muntaha. Meski demikian, banyak hadis yang menyebutkan tentang pahala dan spesialisasi sholat, baik itu sholat fardhu maupun sunnah.

Puasa, sebagai ibadah yang diwajibkan, memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak bisa ditemukan pada ibadah lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Qudsi: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi balasannya dengan segera.” (Hadis Riwayat Imam Bukhari).

Sholat tidak bernilai jika hanya terjebak pada formalitas, terlebih jika hasilnya hanya membuat pelakunya tidak disiplin, bangga, dan tidak gemar memberi (lihat QS Al-Mā’ūn). Puasa juga demikian, jika hanya bertahan dari rasa lapar dan dahaga sementara ekspresi hati menyebar fitnah dan kebencian, maka tidak bernilai.

Sholat dan Puasa adalah ibadah yang saling melengkapi dan menguatkan. Keduanya juga memberi pemahaman bahwa hasil yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh pengertian esoterik dari kedua jenis ibadah ini. Saya menekankan bahwa jika pelaksanaan sholat dan puasa mengerti dengan benar spesialisasi yang ada dalam penyari’atannya, maka pelakunya pasti akan memperoleh manfaat pada setiap waktu pelaksanaan sholat dan bulan Ramadhan.

Dimensi Transendental

Jika puasa hanya berorientasi pada kekuatan fisik, maka ia bisa jadi hanya soal pengurangan jadwal makan. Namun, faktanya puasa itu jauh lebih dari itu, puasa adalah suatu bentuk latihan ruhani yang mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pengendalian diri.

Puasa juga dapat meningkatkan ruhani kami ke maqam kedekatan dengan Tuhan dengan cara menahan lapar. Untuk beberapa waktu, kami dilarang untuk mengonsumsi makanan dan minuman meskipun itu halal, dan semua ini terjadi pada waktu tertentu dari fajar hingga terbenam matahari.

Dengan demikian, puasa mengajarkan kita untuk kembali ke dalam diri, bertemu dengan Tuhan dan mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi. Puasa ini bukan sekadar menahan hawa nafsu fisik, tetapi juga ruhani yang menyucikan batin.

Kelahiran Manusia Baru

Dalam tradisi tasawuf, puasa adalah latihan ruhani yang membuka hijab-hijab duniawi, melelehkan ego, dan mengarah pada kelahiran insan baru. Insan baru ini adalah individu yang lebih dekat kepada Allah dan mampu melaksanakan tugas khilafah dengan lebih baik, untuk mengelola manusia dan alam semesta.

Para sufi menganggap puasa sebagai bentuk fana’, yaitu proses lebur ego dalam penampakan Ilahi. Ketika seseorang menahan diri dari kebutuhan jasmani, ia tidak sekadar berlatih kesabaran, tetapi juga melepaskan keterikatan pada dunia materi. Dalam keadaan kosong, hati menjadi lapang. Dengan menahan hawa nafsu, jiwa menjadi lebih jernih.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menyebutkan bahwa hakikat puasa adalah meneladani sifat malaikat, makhluk yang tidak makan dan minum serta selalu mengingat Allah. Inilah tingkatan puasa yang khusus, di mana puasa bukan hanya fisik, tetapi juga ruh dan kesadaran batin.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, puasa adalah proses kelahiran insan baru, yaitu manusia yang lebih sadar akan hakikat dirinya sebagai hamba sekaligus khilafah di bumi. Puasa merupakan latihan yang tidak hanya membawa kebahagiaan batin, tetapi juga menyatukan jiwa dengan Tuhan dalam perjalanan spiritual yang mendalam.

Dengan demikian, melalui puasa, kita tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjauhkan diri dari segala bentuk keburukan dan dosa, serta meraih kedekatan dengan Sang Pencipta.

Leave a Comment